Khutbah Jum'at ( Bekerja mencari rizki )

Khutbah Jum'at ( Bekerja mencari rizki )

KHUTBAH PERTAMA

اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ مَنْ تَوَكَّلَ عَلَيْهِ بِصِدْقِ نِيَّةٍ كَفَاهُ وَمَنْ تَوَسَّلَ إِلَيْهِ بِاتِّبَاعِ شَرِيْعَتِهِ قَرَّبَهُ وَأَدْنَاهُ وَمَنِ اسْتَنْصَرَهُ عَلَى أَعْدَائِهِ وَحَسَدَتِهِ نَصَرَهُ وَتَوَلاَّهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ حَافَظَ دِيْنَهُ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ (أَمَّا بَعْدُ)   
فَقَالَ تَعَالَى فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Marilah di hari ini kita mempertebal ketaqwaan kita kepada Allah dengan menghindarkan diri dari kecurangan,kebohongan dan berbagai sifat tercela lainnya. Dan memulai hai-hari dengan penuh kejujuran karena kejujuran akan membuahkan kehalalan dan kehalalan yang kita konsumsi menentukan nasib kita selanjutnya.

Hadirin yang Dirahmati Allah
Bekerja mencari rizki guna menopang ibadah hukumnya adalah wajib. Sebagaimana hukum ibadah itu sendiri. Hal ini telah disepakati oleh ulama. Karena bekerja merupakan salah satu cara memenuhi kebutuhan. Lebih-lebih bagi mereka yang telah berkeluarga, mereka memiliki tanggung jawab dan kewajiban memberi nafkah terhadap anak dan istrinya. Sedangkan nafkah bisa didapat oleh seseorang yang mau bekerja. Selain itu dengan bekerja seseorang dapat terhindar dari sifat thama’ atau menggantungkan diri pada orang lain dan juga dapat menghindarkan diri dari meminta-minta yang mana semua itu termasuk perbuatan yang dilarang agama. Dalam surat al-Jumu’ah ayat 10 Allah berfiman

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. 
Begitu pentingnya bekerja dan berusaha bagi seorang muslim. Karena sesungguhnya al-barakatu ma’al harakah bahwa keberkahan itu akan hadir bersama dengan pergerakan atau usaha. Dimana ada kemauan untuk berusaha disitu Allah telah menyediakan keberkahan. Dengan kata lain Islam sangat membenci pengangguran atau orang yang berpangku tangan,
Bahkan, tidak ada satu cerita pun dari hadits Rasulullah yang menerangkan larangan beliau kepada para sahabatnya untuk berhenti bekerja demi menjalankan dakwah agama, padahal waktu itu berdakwah sangat membutuhkan perhatian mengingat kondisi Islam masih sangat lemah baik secara sosial dan politik. Justru di kala itu Rasulullah saw tetap memerintahkan Abu Bakar untuk terus berdagang dan kepada sahabat lainnya untuk tetap menekuni keahliannya. Bahkan ada sebuah hadits yang seolah menyinggung para sahabat saat itu yang berbunyi:

كَانَ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامْ لاَ يَأْكُلُ الُّا مِنْ عَمَلِ يَدِيْهِ
Nabi Daud as tidak pernah makan kecuali dari hasil pekerjaan tangannya sendiri (HR.Bukhari)
Jama’ah Jum’ah yang Disayang Allah
Meski demikian, bekerja tidaklah cukup asal bekerja. Hendaknya bekerja harus dilakukan dengan penuh kejujuran. Kejujuran dalam bekerja wajib pula hukumnya. Karena pekerjaan yang dilakukan dengan jujur akan sangat mempengaruhi pola beribadah dan perilaku keseharian seorang hamba. Mengapa demikian, karena sesuatu yang halal merupakan buah dari kejujuran. Dan mengkonsumsi yang halal akan mempermudah seorang hamba mendekatkan dirinya kepada Allah swt. Maka yang menjadi pertimbangan di sini adalah proses bekerjanya bukan hasil dari pekerjaan itu sendiri.
Hasil yang tidak banyak tetapi dikerjakan secara jujur maka akan menghasilkan keberkahan walaupun kecil nilainya. Namun hasil yang banyak tetapi dikerjakan dengan cara yang tidak jujur maka akan berdampak pada kesakitan moral pelakunya meskipun secara kwantitas lebih banyak. Lihatlah mereka yang bekerja dengan cara menipu ataupun berbohong pasti akan meraih sukses dalam jangka waktu yang lebih singkat. Tetapi tidak lama pasti akan menjadi bahan gunjingan orang. Sesungguhnya yang demikian itu sangat dibenci oleh Rasululah saw.

Hadirin Rohimakumulloh
Diceritakan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah saw pernah berjalan-jalan di pasar melewati setumpuk bahan makanan yg sedang dijual. Kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalam tumpukan itu. Ternyata pada bagian dalamnya basah. Kemudian beliau bertanya kepada si penjual “apakah ini?” si penjual menjawab “Ya Rasul, makanan ini terkena hujan”. Rasulullah saw pun bertanya kembali “mengapa makanan yang basah ini tidak kamu taruh di atas sehingga para pembeli bisa melihatnya?” kemudian Rasulullah saw bersabda “مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا” (barang siapa menipu umatku, niscaya dia bukan termasuk golonganku).
Hadits tersebut sangatlah jelas dan mudah dipahami. Tidak ada kata-kata samar di dalamnya. Bahwa siapapun yang berlaku curang dalam pekerjaannya maka dia telah tersesat dan tidak termasuk golongan (umat) Rasulullah saw. Ini artinya kecurangan dan kebohongan sangatlah dicela dalam Islam.
Meskipun konteks dan pelaku dalam hadits tersebut adalah pedagang, tetapi tidak berarti pedagang saja yang dianjurkan berlaku jujur. Namun semua bentuk usaha dan pekerjaan hendaknya dilakukan dengan jujur, karena kecurangan dapat menyeret seseorang keluar dari golongan umat Rasulullah saw. Baik seorang politisi, pejabat dan atupun kuli. 

Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Imam Abu Hasan As-Syadzili pernah berpendapat bahwa seseorang yang bekerja dengan jujur berarti dia telah berjuang melawan hawa nafsunya yang selalu condong pada kebohongan. Sehingga mereka yang jujur pantaslah mendapatkan gelar sebagaimana para pejuang yang berhasil membunuh musuh-musuhnya. Dalam sebuah taushiyahnya beliau berkata 

مَنْ اكْتَسَبَ وَقَامَ بِفَرَائِضِ رَبِّهِ تَعَالَى عَلَيْهِ فَقَدْ كَمُلَتْ مُجَاهَدَتُهُ
Barang siapa bekerja dan teguh menjalankan perintah-perintah Allah, maka benar-benar sempurna perjuangannya dalam melawan hawa nafsu”  
Jamaah jum’ah yang Dirahmati Allah
Setelah kejujuran dalam bekerja kita raih, hendaklah kita melangkah lagi satu tingkatan agar kehidupan ini lebih bermakna. Yaitu mengisi pekerjaan yang jujur itu dengan nuansa ibadah. Abu Abbas al-Mursi berkata:

عَلَيْكُمْ بِالسَّبَبِ وَلْيَجْعَلْ أَحَدُكُمْ مَكُوْكَهُ سَبْحَةً وَقَدُوْمَهُ سَبْحَةً وَاْلخِيَاطَةُ سَبْحَةً والسفَرُ سبحةً
Bekerjalah kamu dan jadikanlah alat tenunmu (bila engkau penenun) sebagai tasbih. Menjadikan kampak (bila bekerja sebagai tukang kayu) sebagai tasbih dan menjadikan jarum (bila sebagai penjahit) sebagai tasbih, dan menjadikan kepergiannya (bila berdagang) sebagai tasbih.
Karena itu apapun bentuk keahlian dan dimanapun pekerjaan itu bukanlah sekedar sumber penghasilan semata tetapi juga sumber ibadah.
Demikianlah khotbah singkat kali ini, semoga hal ini dapat menjadi bahan renungan yang mendalam, bagi kita semua amin.

باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Khutbah Jum'at ( Bekerja mencari rizki )"

Post a Comment

الإنسان محل الخطأ والنسيان
.
(Manusia tempatnya salah dan lupa)