KHUTBAH JUM'AT (Istighfar Sebagai Kebutuhan Kalbu)





الخطبة الأولى

الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، الَّذِىْ عَلَّمَنَا أَنَّ دِيْنَ اْلإِسْلاَمِ يَدْعُوْا إِلَى تَطْهِيْرِ الْقُلُوْبِ مِنْ أَخْلاَقِهَا الْخَبِيْثَاتِ فِى نَفْسِهِ. أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلـٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللّـٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ وَالاَهُ.
أَمَّابَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوْا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (سورة نوح : 10(
Ma’asyiral muslimin rakhimakumullah !
marilah kita senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita ke pada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa. Yakni senantiasa menjalankan perintah-perintahNya dengan istiqamah, juga menjauhi dan meninggalkan larangan-laranganNya dengan ikhlas dan niat untuk meng-agungkanNya.
Ahli Jum’ah yang dimuliakan Allah !
Kalimat istighfar yang berbunyi; Astaghfirullahal ‘Adziim… bukanlah kalimat asing yang jarang didengar telinga kaum muslimin. Dalam Islam, istighfar merupakan kalimat thayyibah atau kalimat yang baik, yang secara hukum tidak diwajibkan, seperti apa yang ada dalam rukun Islam; shalat, zakat dan puasa. Namun demikian, istighfar merupakan kebutuhan kalbu seorang muslim, sebagai santapan ruhaninya, manakala seseorang merasa telah menumpuk dosa. Karena itu, meskipun bukan merupakan sebuah kewajiban, mulut-mulut suci orang beriman senantiasa melantunkan kalimat-kalimat istighfar dengan sepenuh hati dan jiwa.
Ulama-ulama salaf zaman dahulu, selalu menganjurkan beristighfar kepada setiap orang yang datang dan mengadukan permasalahannya. Seperti yang dilakukan oleh Hasan Al-Bashry. Suatu hari ada seseorang datang menemui Hasan Al-Basri. Lelaki itu mengadukan musim kemarau yang panjang serta hari-hari yang kering dan gersang. Maka, Hasan Al-Basri berkata kepada orang itu : “Beristighfarlah”.
Tidak lama, datang lagi orang lain. Kepada Hasan Al-Basri orang itu mengadukan masalahnya. Ia mengeluhkan soal kesulitan hidup dan kemiskinan. Maka Hasan Al-Basri menasehati orang itu, “Beristighfarlah !”.
Beberapa saat kemudian, datang juga orang lain. kali ini, orang itu mengadukan masalah pribadinya. Ia mengadukan soal keturunan yang sulit ia dapatkan. Maka Hasan Al-Basri kembali menasehati orang itu, “Beristighfarlah !”.
Orang orang yang mehyaksikan peristiwa itu berturut-turut merasa heran. Sebab setiap kali orang itu datang mengadukan masalah yang mereka hadapi, selalu saja jawabannya Hasan Al-Basri adalah, “Beristighfarlah!”.
Maka Hasan Al-Basri mengobati keheranan mereka dengan ajaran keimanan, dengan tuntunan Al-Qur’an dan petunjuk keNabian. “Llihatlah apa yang difirmankan Allah !”. Begitu kata Hasan Al-Basri. Lalu ia membaca ayat Al-Qur’an,
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا. يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا. وَيُمْدِدْكُمْ
بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
 “Maka aku katakan kepada mereka, Beristighfarlah, (Mohonlah ampun kepada Rabbmu), sesungguhnya dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membayangkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai”. (QS. Nuh : 10-12)
Setiap kita tidak bisa lepas dari masalah penting dalam hidup. Kisah Hasan Al-Basri dan jawabannya memetakan masalah itu kedalam tiga kelompok besar, yakni masalah lingkungan hidup, masalah sarana atau kebutuhan hidup dan ketiga, masalah teman hidup.
Ahli Jum’ah yang berbahagia !
Jika dihubungkan secara langsung memang tidak masuk akal, bila dikatakan bahwa istighfar mampu membuat manusia sejahtera lahir dan batinnya. Namun bila ditinjau dari segi psikologi agama, maka tidak ada yang tidak mungkin. Karena fungsi istrighfar itu sendiri adalah sebagai perantara atau permohonan yang amat sangat kepada Allah SWT, agar mengampuni dosa-dosanya. Sedangkan dosa menumpuk yang harus ditanggung suatu kaum, mampu mendatangkan murka Allah SWT, hingga Dia mengadzabnya. Seperti halnya Dia memperpanjang musim kemarau, hingga penduduk suatu kaum itu merasa tersiksa dengan kekurangan sumber bahan makanan.
Kemarau dan kekeringan adalah persoalan lingkungan hidup. Kita memerlukan lingkungan yang subur, segar, untuk menjalankan hidup ini. Kita perlu hujan untuk mengairi SAWah, membasahi tanaman, untuk bersuci dan membersihkan diri. Air adalah kehidupan.
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
“Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka, mengapakah mereka tidak juga beriman?”. (QS. Al-Anbiya : 30).
Beristighfar untuk meminta ampunan atas dosa dan kesalahan bukan lagi suatu keniscayaan, melainkan sebuah realita. Tapi berisitighfar untuk memohon solusi atas tiga masalah besar dalam hidup kita, adalah kebutuhan. Ruhnya ada lah kepasrahan dan kesadaran bahwa kita selalu perlu ampunan. Sebab selalu saja kita melakukan salah dan keliru. Sebab selalu saja kita berlagak sombong dan berbuat dosa. Ketulusan dan keikhlasan itulah kekuatannya, sebab sebanyak apapun amal kita tak akan mencukupi untuk membayar kebaikan Allah.
Bila sudah begini, masih pantasakah ada angkuh dan enggan di dalam hati?. Bila seperti itu masalahnya, Apa yang membuat kita meresa tidak membutuhkan istighfar?. Bukankan esensi dari setentram lahir dan batin manusia adalah karena mendapat ampunan dan ridla Allah?.
Ahli Jum’ah yang dirahmati Allah !
Mungkin, masih ada di antara kita yang enggan, membasahi bibir dengan memperbanyak istighfar. Boleh jadi, tidak sedikit orang yang lidahnya masih kelu untuk mengucapkan permohonan ampunan berulang-ulang kepada Allah. Pada hal berbagai perkara dalam hidup ini benar-benar tidak bisa dilalui dengan baik tanpa istighgfar. Istighfar bukan saja sampai pada tahap perintah wajib atau sunah yang tidak tergantikan. Inilah sebab-sebabnya menjadikannya kita mustahil hidup tanpa istighfar. Maka dari itu, istighfar merupakan sesuatu yang benar-benar menjadi kebutuhan fital ketentraman batin kita. Mengapa?………
Istighfar adalah perlambang ketundukan, kepasrahan, pengakuan, kekerdilan, kelemahan seorang hamba di hadapan Allah SWT dan semua itu yang akan men datangkan kasih sayang dan cinta Allah.
Cinta dan kasih sayang Allah SWT itu bercermin jelas dalam hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra : ”Sesungguhnya Allah lebih suka menerima taubat seorang hambaNya melebihi kesenangan seorang yang menemukan kembali secara tiba-tiba untanya yang telah hilang dari padanya di tengah hutan”. (HR. Bukhari-Muslim).
Pikirkanlah bagaimana Allah SWT senang menerima seorang hamba yang kembali dan berisitighfar kepadaNya?.
Tentang kasih sayang dan kecintaan Allah SWT kepada kita juga tergambar sangat indah dalam hadist yang menyebut bahwa Allah SWT mendekat kepada hambaNya yang kembali kepadaNya setelah melakukan dosa. “Apabila hamba Ku mendekat kepadaKu sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Bila ia mendekat kepadaKu sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Bila ia datang kepadaKu dengan berjalan, Aku akan datang menemuinya dengan berlari”. (HR. Bukhari). Bagaimanakah kita bisa mengabaikan kecintaan Allah SWT yang begitu mulia kepada kita yang mau menghampirinya dan mendekat kepadaNya.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah !
Kalimat “Astaghfirullahal ‘Adzim” tidak ternilai harganya. Lebih-lebih bagi kita yang dosanya menggunung. Istighfar adalah jalan keluar dari karakter manusia yang kerap berbuat dosa hingga jiwanya menjadi kotor, sertas labil dan tidak seimbangnya kehidupan yang dijalaninya. Bila dampak itu diarasakan, maka kerugian akan kembali pada kita sendiri.
Perhatikanlah perkataan Abu Bakar Al Muzani : ”Amal-amal manusia itu akan naik ke langit. Jika yang terangkat lembar catatan yang terdapat istighfar di dalamnya, catatannya akan putih. Dan jika lembar catatan amal itu tidak terdapat istighfar, maka lembar itu akan menjadi hitam. Beruntunglah orang yang terdapat istighfar dalam lembar catatan amalnya. Orang yang tidak beristighfar adalah pertanda ia telah mengalami khadzalan (diterlantarkan) dan mengalami istijraj. Istijraj adalah situasi yang mendekatkan seorang hamba kepada hukuman, sedikit demi sedikit. Misalnya, setiap kali seseorang melakukan dosa, disisi yang lain ia tetap juga mendapatkan kenikmatan yang melupakannya dari sitighfar. Lalu ia menjadi semakin buruk dan keras kepala. Kemaksiatannya terus menerus dilakukan karena bergulirnya kenikmatan. Ia mengira bahwa kenikmatan yang diterimanya itu, pertanda ia semakin dekat kepada Allah, padahal itu adalah khadzalan (diterlantarkan dan tidak ditolong). Karenanya, istighfar sungguh penting untuk terus dila kukan, diulang, dan diperbanyak.
Dahulu ada seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berteiak : “Aku telah berdosa!…. aku telah berdosa!”. Maka Rasulullah SAW menanyakan :  “Apa yang menimpamu?”. Orang itu menerangkan :  “Dosa-dosaku telah menghancurkan diriku ya Rasululah !”. Rasulullah SAW lalu berkata :  “Duduklah !”. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, bacalah :
اللّـٰهُمَّ مَغْفِرَتُكَ أَوْسَعُ مِنْ ذُنُوْبِى وَرَحْمَتُكَ أَرْجَى عِنْدِى مِنْ عَمَلِى
“Ya Allah, ampunanMu lebih luas dari dosa-dosaku, dan kasih sayangMu lebih aku harapkan dari amal-amalku.
Maka orang itupun membacakan apa yang diajarkan Rasulullah SAW.  “Ulangi lagi !”. Kata Rasulullah SAW. Sampai orang itu mengulangi tiga kali dan Rasul SAW bersabda : “Bangunlah, Allah SWT telah mengampuni dosamu !”.
Rasulullah SAW yang telah dijamin masuk surga, di hapus dosa-dosanya, dan disebut sebagai sesuci-sucinya manusia, beliau tak pernah menghentikan mulutnya dari istighfar. Maka bagaimanakah dengan kita yang nasib akhiratnya tergantung pada amaliah kita sehari-hari?. Manusia kerdil dan banyak dosa seharusnya lebih banyak beristighfar ketimbang Rasulullah SAW yang sudah maksum dari dosa.
Ahli Jum’ah yang dimuliakan Allah !
Banyak dosa dan kesalahan yang tidak mampu kita raba. Banyak kekeliruan yang tak kita rasakan sebagai kekeliruan. Tidak terhitung kemaksiatan yang tidak kita ingat sebagai kemaksiatan. Jika kita termasuk sebagai orang yang rajin shalat dan berdo’a, apakah kita masih membawa dosa-dosa yang tidak kita rasakan itu?. Adakah peluang bagi do’a-do’a kita itu dikabulkan oleh Allah?. Apakah kita sudah bisa mensyukuri seluruh nikmat Allah? karena seluruh sendi tubuh ini layak disyukuri. Apakah kita sudah bisa memelihara dengan baik ragam kemaksiatan yang muncul dari pikiran, hati, mata, telinga, hidung, kaki, tangan dan semua organ tubuh ini?.
Apa pendapat kita tentang ungkapan begitu menyentuh dari seorang syaikh Al-Imam Ibnu Al-Jauzi, bahwa tak satupun dari mahluk Allah yang bisa menunaikan syukur secara benar-benar. Tidak satupun juga yang mampu memuji Allah dengan pujian yang sepadan sebagaimana dia memuji diriNya sendiri. Tak satu pun makhluk yang mampu memberi kemuliaan setara dengan kemuliaanNya. Karena semua itu sungguh terbatas dengan sejauh mana ma’rifat yang dimiliki seorang hamba. Padahal luas ma’rifat yang dibutuhkan untuk mensyukuri Allah, seperti ke dalam laut yang tak pernah ada mengetahui dalamnya. (Ibnul Jauzi).
Ma’asyiral muslimkin rakhimakumullah !
Istighfar ibarat air yang menyirami dan membersihkan hati, menghilangkan kotoran dan noda dosa dari jiwa. Istighfar adalah cahaya yang menghapus kegelapan orang-orang yang melakukan maksiat. Agar cahaya itu kemudian menjadi pelita dan penuntun dalam menapaki kehiduapn. Sungguh luar biasa nilai istigh far. Istighfar menjadi salah satu cara untuk membersihkan dan memunculkan ca haya dalam hati seseorang.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan : “Salah satu sebab paling besar dari kesempitan hati adalah menjauh dari Allah dan lalai dari berdzikir kepada Allah!”. Karena itu menurutnya, ada tiga jenis hati, yakni hati yang sakit, hati yang kasat, dan hati yang bersih dari penyakit. Dua hati yang disebutkan di awal tadi ter otori oleh asap kemaksiatan yang terus menerus bertumpuk. Sedangkan hati yang ketiga adalah hati yang selamat. “Itu adalah hati yang sehat dan selamat, tidak ada yang memisahkan penerimaan terhadap kebenaran, kecintaan pada kebenaran, dan tunduk kepada kebenaran !”.
Istighfar menjadikan hati lebih putih, lebih bersih dan berkilau. Kondisi ini akan dirasakan saat seseorang melakukan banyak dosa dan kemaksiatan, lalu hatinya menjadi kasar dan legam karena dosa. Hati yang kasar, kesat, dan legam pasti tercermin pada kesempitan hati, kegundahan, kerisauan pikiran, kebingungan, kekacauan dalam pikiran.
Allah SWT memberikan dua pelindung pada hambaNya jika mereka tetap memelihara istighgfar dan bertekad untuk meninggalkan kemaksiatan.
Berkata Abu Musa Al Asy’ari : “Kalian memiliki dua pengaman dari Allah SWT, sebagaimana firmanNya dalam surat al-Anfal ayat 33 :
وَمَا كَانَ اللهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedangkan mereka meminta ampun”.
Jadi jelasnya, apa yang kita inginkan dan pinta kepada Allah SWT, lakukanlah dengan perbanyak istighfar. Istighfar adalah kebutuhan yang terus berkelanjutan karena setiap orang takkan pernah habis daftar kebutuhannya dalam hidup ini. Karenanya, setiap orang secara terus menerus membutuhkan istighfar. Istighfar mengandung banyak kebaikan, menyingkir bahaya, menambah kekuatan amal hati dan badan serta keyakinan iman.
Dengan demikian, kita perlu sangat waspada. Terutama terhadap aneka kenikmatan yang tengah kita reguk. Baik kenikmatan berupa rizki, anak maupun kesehatan. Teliti dan koreksilah lagi rahmat dan karunia yang Allah berikan tersebut. Apakah telah kita pergunakan dengan sebaik-baiknya menurut apa yang telah digariskan oleh syari’at agama ataukah kita nikmati sendiri dengan kenikmatan yang sebebas-bebasnya.
Ingat bahwa segala macam kenikmatan yang bersifat duniawi adalah ujian. Jangan sampai kenikmatan yang selama ini kita reguk, ternyata merupakan istijraj, akni pemanjaan dari Allah yang membinasakan. Ingat pula bahwa orang yang sedang dimanjakan oleh Allah, kemudian Dia tidak memberinya petunjuk sedikitpun, maka celakalah orang tersebut.
Nah di sini istighfar salah satu solusi untuk meredam murka Allah akibat kelalaian demi kelalaian kita.
Ahli Jum’ah yang berbahagia !
Akhirnya, marilah kita berdo’a kepada Allah agar Dia memberikan kekuatan, rahmat dan ampunanNya kepada kita. Dengan lautan ampunanNya, kita akan mendapatkan ridlaNya. Dan dengan ridlaNya, kita akan mendapatkan kebahagiaan akhirat yang abadi. Amin Ya Rabbal Alamin…..
 جَعَلَنَا وَإِيَّاكُمْ مِنَ اْلفَائِزِيْنَ اْلأٰمِنِيْنَ، وَأَدْخَلنَا وَإِيَّاكُمْ فِى زُمْرَةِ الْمُوَحِّدِيْنَ، أَقُوْلُ قَوْلِى هٰذَا فَاسْتَغْفِرُوْهُ اللهَ اْلعَظِيْمَ لِىْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيِنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ، وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ

sumber : Khutbah jum'at Jombang NU

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "KHUTBAH JUM'AT (Istighfar Sebagai Kebutuhan Kalbu)"

Post a Comment

الإنسان محل الخطأ والنسيان
.
(Manusia tempatnya salah dan lupa)