KHUTBAH JUM'AT (Renungan bagi Musafir)
KHUTBAH PERTAMA
الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ يَقْضِيْ بِالْحَقِّ
وَالْعَدْلِ وَيَهْدِيْ مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ ، يُقَدِّرُ
اْلأُمُوْرَ بِحِكْمَةٍ ، وَيَحْكُمُ بِالشَّرَائِعِ لِحِكْمَةٍ وَهُوَالْحَكِيْمُ
اْلعَلِيْمُ ، أَرْسَلَ الرُّسُلَ مُبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ، وَأَنْزَلَ
مَعَهُمُ اْلكِتَابَ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيْمَااخْتَلَفُوْافِيْهِ ،
وَلِيَقُوْمَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ وَيُؤْتُوْا كُلَّ ذِيْ حَقٍّ حَقَّهُ مِنْ
غَيْرِغُلُوٍّوَلاَتَقْصِيْرٍ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيْرٌ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَعَلَى أَلِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ
الدِّيْنِ وَسَلَمَ تَسْليمًا
Jamaah
Jumat rahimakumullah
Mari kita
tingkatkan ketakwaan kepada Allah Ta’ala dengan ketakwaan yang
sebenar-benarnya, yaitu mengamalkan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan
Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam serta menjauhi apa yang dilarang
oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Shalawat serta
salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi kita Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam, kemudia keluarga, sahabat-sahabatnya, serta pengikutnya
sampai akhir zaman.
Jamaah Jum’at rahimani
wa rahimakumullah
Mungkin kita
mengira bahwa musafir di sini adalah setiap orang yang sedang melakukan
perjalanan jauh. Tetapi, itu bukanlah yang dimaksud. Bahkan musafir di sini
adalah setiap manusia yang tinggal di dunia. Mengapa kita sebut sebagai “musafir”?
Hal itu, karena hidup manusia di dunia hanya sementara dan akan pergi
meninggalkannya seperti halnya seorang musafir. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
إِنَّمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ
اْلأَخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ
“Sesungguhnya
kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat
Itulah negeri yang kekal.” (QS. Ghaafir: 39)
Namun sayang
seribu sayang, kebanyakan orang tidak menyadari bahwa hidupnya di dunia hanya
sementara. Padahal hal ini merupakan kebenaran yang tidak diragukan lagi dan
kepastian yang tidak disangsikan lagi. Pernahkah kita melihat ada orang yang
hidup kekal di dunia dan tidak mati? Kalau pun ia diberi usia yang panjang,
cobalah perhatikan akhirnya, ia akan tetap mati juga. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُم مَّيِّتُونَ
“Sesungguhnya
kamu akan mati dan Sesungguhnya mereka akan mati (pula).” (QS. Az Zumar: 30)
Al-Fudhail
pernah berkata kepada seseorang: “Sudah berapa lama kamu menjalani hidup?” ia
menjawab: “Enam puluh tahun.” Fudhail berkata: “Sudah enam puluh tahun Anda
mengadakan perjalanan menuju Tuhanmu, dan sebentar lagi kamu akan sampai”,
orang itu berkata: “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun“, Fudhail
berkata: “Tahukah Anda maksud ucapan “Innaa lillahi wa innaa ilaihi
raaji’uun“? sesungguhnya barangsiapa yang mengetahui bahwa dirinya adalah
hamba Allah dan akan kembali kepada-Nya, maka hendaknya ia meyakini bahwa
dirinya akan dihadapkan. Siapa saja yang meyakini bahwa dirinya akan
dihadapkan, maka hendaknya ia mengetahui bahwa dirinya akan ditanya, maka
persiapkanlah jawaban terhadap pertanyaan itu.”
Orang itu pun
bertanya: “Lalu bagaimana jalan keluarnya?” Fudhail menjawab: “Mudah” orang itu
bertanya, “Apa itu?” Fudhail menjawab, “Kamu perbaiki amalmu sekarang, niscaya
amalmu di masa lalu akan diampuni. Hal itu, karena jika kamu malah memperburuk
amalmu di masa sekarang, maka kamu akan diberi hukuman berdasarkan amal burukmu
yang dahulu dan yang sekarang, dan amalan yang diperhatikan adalah amalan di akhir
hayatnyaan amalan yang diperhatikan adalah akhirnya.”nya raaji’uun Fudhail
berkata: “Tahukah Anda maksud ucapan “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”?
sesungguhnya barangsiapa yang mengetahui bahwa dirinya adalah hamba Allah dan
akan kembali kepada-Nya, maka hendaknya ia meyakini bahwa dirinya akan
dihadapkan.
Siapa saja yang
meyakini bahwa dirinya akan dihadapkan, maka hendaknya ia mengetahui bahwa
dirinya akan ditanya, maka persiapkanlah jawaban terhadap pertanyaan itu.”
Orang itu pun bertanya: “Lalu bagaimana jalan keluarnya?” Fudhail menjawab:
“Mudah” orang itu bertanya, “Apa itu?” Fudhail menjawab, “Kamu perbaiki amalmu
sekarang, niscaya amalmu di masa lalu akan diampuni.
Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah
Muhasabah atau mengoreksi diri dan menghitung-hitung
kesalahan adalah sesuatu yang sangat penting, Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ
وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّاقَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ
بِمَا تَعْمَلُونَ
“Wahai
orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al Hasyr: 18)
Saudaraku,
pernahkah kita menyempatkan diri untuk berpikir sejenak tentang diri kita, apa
saja ucapan yang kita lontarkan dan apa saja perbuatan yang kita lakukan?
Pernahkah kita menyempatkan diri untuk
memperhatikan amal perbuatanmu apakah yang kita lakukan merupakan amal shalih atau
kemaksiatan? Jika maksiat, sudahkah kita
menutupinya dengan taubat dan istighfar?
dan sudahkah Anda memperbaikinya dengan
amal shalih?
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ
ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ
“Sesungguhnya
perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan perbuatan-perbuatan yang buruk.
Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (QS. Huud: 114)
Cobalah berpikir sejenak dan sempatkanlah untuk itu
sebelum tiba hari di mana saat itu tidak berguna lagi penyesalan:
Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu berkata: “Hisablah
dirimu sebelum kamu dihisab dan timbanglah dirimu sebelum kamu ditimbang.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ هُمْ مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ {57}
وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ {58}
وَالَّذِينَ هُمْ بِرَبِّهِمْ لَا يُشْرِكُونَ {59}
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَىٰ رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ {60}
أُولَٰئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ {61}
Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati
karena takut akan (azab) Tuhan mereka, dan orang-orang yang beriman dengan
ayat-ayat Tuhan mereka,dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan
mereka (sesuatu apapun), dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka
berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka
akan kembali kepada Tuhan mereka,mereka itu bersegera untuk mendapat
kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.(QS.Al-Mukminun
ayat 57-61)
[ [1009] Maksudnya: orang-orang yang
mempunyai sifat-sifat yang disebutkan dalam ayat-ayat 57, 58, 59, dan 60 Itulah
yang bersegera untuk mendapatkan kebaikan-kebaikan, dan kebaikan-kebaikan itu
akan diberikan kepeda mereka dengan segera sejak di dunia ini.
Aisyah radhiallahu
‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
tentang ayat di atas, ujarnya: “Apakah orang tersebut adalah orang yang
mencuri, berzina dan meminum khmar, namun dirinya takut kepada Allah ‘Azza
wa Jallla?” Beliau menjawab: “Tidak, wahai puteri Abu Bakar, puteri Ash
Shiddiq. Akan tetapi, dia adalah orang yang melakukan shalat, berpuasa dan
bersedekah sedangkan diri mereka takut kepada Allah Azza wa Jalla.” (HR.
Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Yakni mereka
takut kalau seandainya ibadah mereka tidak diterima.
Seperti itulah
keadaan kaum salaf yang terdahulu, mereka beribadah kepada Allah dengan rasa
takut dan harap. Tidak seperti keadaan kta saat ini, hati kita takut tetapi
masih tetap berbuat maksiat, hati kita berharap ingin masuk surga tetapi tidak mau
beramal, sungguh jauh berbeda.
Ibnul Qayyim
berkata, “Barang siapa yang memperhatikan para sahabat, dia akan mendapatkan
mereka dalam keadaan banyak beramal dengan rasa takut yang tinggi. Adapun kita,
kita menggabungnya dengan kurang beramal, bahkan kurang beramal dengan rasa
aman.”
Khalid bin
Ma’dan radhiallahu ‘anhu berkata: “Tidak ada seorang hamba pun
kecuali memiliki dua mata di wajahnya, di mana dengan keduanya dia memandang
dunia. Ada lagi dua mata yang ada di hatinya, di mana dengan keduanya dia
memAndang akhirat. Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada seorang hamba, maka
Allah akan membuka dua mata yang ada di hatinya, ia pun melihat janji Allah
yang masih ghaib, dan apabila Allah menghendaki selain itu, maka Allah akan
membiarkan keadaannya”, kemudian ia membaca ayat:
QS.Muhammad ayat
24
أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا (٢٤)
24. Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah
hati mereka terkunci?
أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَآ
“Ataukah hati
mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24).”
Jamaah Jum’at rahimani
wa rahimakumullah
Ibnul Qayyim
menjelaskan cara memuhasabah diri yaitu sbb:
Pertama, melihat amalan fardhu, jika dilihatnya ada yang kurang, maka ia berusaha
mengejarnya.
Kedua, melihat larangan, jika
dilihatnya bahwa dirinya mengerjakan larangan, maka ia tutupi dengan taubat dan
istighfar serta mengiringinya dengan amal saleh yang memang dapat menghapusnya.
Ketiga, melihat sikap lalai pada dirinya, maka disusul dengan dzikir dan
mendekatkan diri kepada Allah.
Keempat, melihat tindakan yang dilakukan anggota badan, ucapan yang dilontarkan
oleh lisan, langkah yang dilakukan oleh kaki, gerakan yang dilakukan oleh
tangan, pandangan yang dilihat oleh mata dan pendengaran yang dilakukan oleh
telinga untuk apa semua dilakukan? Karena siapa melakukannya dan bagaimana
bentuk yang dilakukannya?
Demikianlah khutbah
yang saya sampaikkan mudah-mudahan kita tidak termasuk orang-orang yang
bangkrut baik di dunia ini maupun di akhirat kelak,dan kita berusaha dengan
segenap kemampuan dan dengan keihlasan hati untuk mempersiapkan diri menuju
Allah SWT.Dijadikan orang-orang pandai untuk bersyukur kepada Allah SWT.Amin Ya
Robbal ‘Alamin.
بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى
اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ
وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ
هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ
إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Sumber: Kumpulan khutbah jum'at ponpes sabilul Hasanah.
0 Response to "KHUTBAH JUM'AT (Renungan bagi Musafir)"
Post a Comment
الإنسان محل الخطأ والنسيان
.
(Manusia tempatnya salah dan lupa)