kHUTBAH NIKAH
Resepsi Pernikahan
MEMBANGUN CINTA KASIH DAN MERAJUT KEBERBEDAAN DUA INSAN
DALAM SULAMAN HARMONI KELUARGA ISLAMI
اَلْحَمْدُ للهِ
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ
فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِىَ لَهُ اَشْهَدُ اَنْ لاَالهَ اِلاَّ
اللهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَرْسَلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ
الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ
اَللّهُمَّ صَلّ
وَسَلّمْ وَبَا رِكْ عَلى مُحَمَّدٍ وَعَلى الِه وَاَصْحَابِه
يَااَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَااَيُّهَا النَّاسُ
اتَّقُوا رَبَّكُمْ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا
وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَتَسَاءَلُونَ
بِهِ وَاْلاَرْحَامَ اِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَااَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا
يُصْلِحْ لَكُمْ
اَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعْ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ
فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Pernikahan,
secara syar’i adalah ibadah; dan secara ma’nawi merupakan penya-tuan dua
potensi fitrah yang berbeda. Secara pribadi di antara kedua mempelai adalah
berbeda, jenis kelamin berbeda. latar belakang kehidupan keluarga ber-beda,
perilaku budaya pun berbeda. Namun seperti dikatakan: “Kapal berlabuh lemparkan
sauh; para penumpang turun ke darat; dua keluarga tadinya jauh; dengan
pernikahan menjadi dekat.” Begitulah, karena keberbedaan yang ada hendak diikat
dan dihimpun dalam kebersamaan melalui ikatan ijab-qabul per-nikahan di atas
landasan dinul Islam dalam rangka penyempurnaan penghamba-an kepada Allah yang
telah menanamkan benih cinta dan kasih kayang dalam setiap diri insan.
Betapa luar biasa aqad nikah ini,
sekalipun dengan ucapan yang seder-hana, telah memenuhi sebagai pembeda apakah
hubungan sepasang kekasih di antara dua insan itu bernilai haram ataukah halal,
bernilai maksiyat ataukah ibadat, sekaligus sebagai penentu bagi dibukanya
pintu laknat ataukah rahmat. Keagungan ijab qabul dalam nikah tercermin pada
firman Allah:
وَاَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
“…. Dan mereka (isteri-isteri)
telah mengambil dari kalian penjanjian yang teguh.” (QS. 4: 21)
Pernikahan adalah sebuah
perjanjian agung nan teguh (mitsaqan gha-lizha). Allah menggunakan kalimah
mitsaqan ghalizha hanya tiga kali dalam Al-Quran: yang pertama ketika mengambil
sumpah dengan para Nabi yang termasuk dalam ulul azmi; yang ke dua ketika
mengikat sumpah dengan kalang-an Bani Israil; dan ke tiga ketika menetapkan
kedudukan tali ikatan aqad nikah. Mengingat agungnya tali ikatan ini, maka
ketika ia telah terbuhul, tekadkanlah dalam hati berdua, untuk menjaga amanah
ini sejak dari awal hingga akhir hayat nanti. Dengan menempatkan niat dan tekad
itu, semoga kiranya Allah swt selalu berkenan hadir dalam kehidupan kalian
berdua, baik di kala suka maupun duka. Ingatlah, para Nabi yang yang memelihara
mitsaqan ghalizha hidup dalam lingkup rahmat Allah, sedangkan Bani Israil yang
mencederai mitsaqan ghalizha tercampak pada lautan laknat sepanjang masa. Oleh
karena itu, diletak-kan di atas pundak setiap mempelai yang menyandang mahkota
mitsaqan gha-lizha, hendak dibawa kemana bahtera rumah tangganya, menuju
pantai-taman rahmat ataukah pulau laknat? Ingatlah, bahwa fitnah terbesar di
akhir zaman yang akan melanda umat ini adalah fitnah lembaga keluarga. Ingat
pula, wasiat utama Nabi saw terhadap ummatnya, di samping untuk senantiasa
berpegang teguh kepada Al-Quran dan sunnah, memelihara dan menyempurnakan
shalat, beliau juga mewanti-wantikan pesan terkait urusan rumah tangga. Di
dalam haji wada, di antara khutbahnya, beliau menyatakan:
Wahai manusia, takutlah kepada
Allah dalam urusan wanita, Sesungguhnya kamu telah mengambil mereka sebagai
isteri dengan amanat Allah. Dia halalkan kehormatan mereka dengan kalimat-Nya.
Sesungguhnya kamu mempunyai hak atas isterimu, dan isterimu pun berhak atas
kamu. (HR. Muslim dan Turmudzi).
Oleh karena itu, sebagai nasihat
untuk Ananda berdua: Nonkha Ayu Monica binti Edi Margono dan Chusnul Andi Utama
bin Lili Saptori yang dengan izin Allah hendak melangsung-kan pernikahan pada
hari ini, Ahad, 18 Muharram 1437 bertepatan
dengan 01November 2015 hendaknya kalian sadari, Agama Islam mengatur tanggung
jawab dan pe-ran dari pasangan suami-isteri secara seimbang dalam kehidupan
berkeluarga. Sempurnakan dan tunaikanlah hal tersebut dalam perjalanan kalian
membangun rumah tangga. Semoga dengan begitu kalian akan dirahmati dan
diberkahi oleh Allah swt.
Nikah dibentuk oleh 3 huruf
dasar, yaitu nun, kaf , dan hak. Huruf pertamanya adalah nun yang
mengisyaratkan adanya kata niyatun yaitu niat atau motif dasar. Niat pokok
dalam nikah hendaknya untuk beribadah, menyempur-nakan separuh kewajiban
beragama sebagai aktualisasi iman kepada Allah. “Gegarane wong akrami, dudu
bondo dudu rupa amung ati pawitane.” Itulah landasan nikah, bukan wajah ataupun
harta, melainkan niat tulus hati untuk nga-bekti, mengabdi pada Ilahi Rabbi.
Huruf ke dua adalah kaaf yang mengandung isyarat adanya kata karamah yang
berarti kemuliaan, maka nikah hendaknya di-bangun dengan nilai-nilai kemuliaan
di antara ke dua belah pihak. Huruf ketiga adalah hak yang mengandung isyarat
adanya kata hubbun, yang berarti cinta kasih yang di dalamnya mengandung pesan
agar suami isteri menumbuhkan dan merawat cinta kasih dalam membangun mahligai
rumah tangga bahagia.
Adapun tanggung jawab sebagai
kepala keluarga berada di pundak suami dengan tanggung jawab terbesar dan
terberat menjaga agar bangunan keluarga tetap kokoh di atas landasan iman dan
taqwa; dan ibarat bahtera, hendaknya keluarga berlayar dengan visi abadi:
kebahagiaan dunia akhirat dan terhindar dari siksa neraka dalam keadaan ridha
dan diridhai.
Ingatlah selalu bahwa salah satu
fungsi pasangan suami isteri itu menurut Al-Qur’an (2:187) adalah seperti
pakaian:
هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ
لَهُنَّ
…. mereka adalah pakaian bagimu
dan kamupun pakaian bagi mereka….
Fungsi pakaian selain untuk
keindahan adalah juga untuk menutupi aurat, maka suami istri harus saling
menutupi kelemahan pasangannya. Sikap itu dipastikan ada apabila keduanya
bersandangkan sebaik-baik pakaian yaitu taqwa. Seandainya kalian melihat
kelemahan pada pasangan kalian maka berdoalah agar di balik kelemahan itu
terdapat kebaikan yang tidak terkira. Ingatlah firman Allah swt (Q.S.4:19):
فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا
شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Kemudian jika kamu tidak
menyukai mereka maka bersabarlah, karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu
hal saja, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”.
Orang Sunda mengatakan: “ninyuh
ubar ku cipati, diwadahan piring gelas. Anu sabar eta pasti, ku Allah
dipikawelas.” Mengapa perlu bersabar, karena boleh jadi Allah meletakkan
keindahan di dalam kelemahan pasangan kita. Ada kisah tentang seorang suami
yang tidurnya mengorok dengan suara keras, dan sering kentut dengan suara keras
pula di saat tidur sehingga kadang-kadang mengagetkan dirinya sendiri. Ketika
ia sakit keras justru dua hal itulah yang membahagiakan sang isteri, karena ke
dua hal itu menjada pertanda bahwa suaminya masih diberi hidup.
Selanjutnya, dalam pergaulan
sehari-hari hendaknya lebih mengutamakan untuk suka memberikan hak pasangan
daripada menuntut hak diri dari pasang-an. Kalau hal itu dijalankan oleh
keduanya, dengan sendirinya hak kedua belah pihak tertunaikan dengan penuh
keadilan dan keindahan.
Keterbukaan yang berhiaskan kejujuran,
saling mengisi kekurangan, tidak mempertajam dan mempertentangkan perbedaan,
saling menutup kelemahan, menyemangati pemacuan potensi positif, saling
berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran, dan berbagi pemahaman hendaknya
menghiasi kebersamaan kehi-dupan kalian. Pengalaman menunjukkan betapa
terbatasnya kemampuan manu-sia yang terkadang hanya untuk memahami bahasa
pasangannya saja sulit untuk mencapai tingkat ketepatan, karena masing-masing
suami-istri berjalan dengan alat setirannya masing-masing. Suami berjalan
memahami istri dengan alat aqalnya, sedangkan istri berjalan memahami suami
dengan alat rasanya. Bentur-an pun akan terjadi antara aqal dan rasa manakala
masing-masing berjalan da-lam kuasa nafsu, maka luka-luka ringan dan berat pun
akan terjadi pada masing-masing pihak. Tanda-tanda nafsu telah menjajah aqal
dan rasa ialah masing-masing pasangan suka saling menyalahkan dan saling merasa
dirinyalah yang paling benar sehingga berupaya kokoh mempertahankan kebenaran
pendapat dirinya.
Sebenarnya benturan antara aqal
dan rasa tidak perlu terjadi, karena fithrah keberadaan aqal dan rasa telah
Allah ciptakan bukan untuk dijadikan sarana saling menindas yang menimbulkan
luka di hati dan goresan lara di jiwa, melainkan perbedaan pada kekuatan aqal
suami dan kekuatan rasa istri perlu dipersatupadukan dalam kebersamaan dan
saling menutupi kekurangan untuk melahirkan nilai kesempurnaan hidup bangunan
berumah tangga dalam balutan indah sakinah, mawadah warahmah.
Semangat itu tergambar dalam
untaian kata: “Talam tertindih dengan badik, alam tertulang dengan apik, buah
sage direntak mati. Dalam sirih kami nan secarik, dalam pinang kami nan
seracik, dalam niat dan kehendak hati.”
Melalui potensi aqal, sang suami
memberikan nilai sentuhan cinta kepada rasa sang istri. Sebaliknya dengan
potensi rasa, sang istri memberikan nilai sentuhan kasih-sayang kepada aqal
sang suami. Dapat dikata cinta dan kasih-sayang dalam kehidupan rumah-tangga
suami-istri tumbuh-berkembang indah dari penyatuan aqal dan rasa yang saling
memberikan hak , bukan dari sikap saling menuntut hak. Tegas, salah satu sebab
utama terjadinya kehampaan, kehambaran dalam rumah tangga berakar pada sikap
menuntut hak lebih diutamakan daripada mendahulukan memberikan hak, baik oleh
salah satu pihak maupun kedua belah pihak.
Apalah jadinya, jika dalam
kehidupan suami-isteri hanya diwarnai silang sengketa tanpa bisa dikompromikan.
Setiap pihak bersikukuh dengan pandang-an dan jalannya sendiri-sendiri, congkak
dan laku lajak dipertontonkan setiap hari. Apabila di dunia saja tidak
dirasakan perjodohan harmoni, dapatkah di akhirat nanti dipertemukan kembali
sebagai pasangan yang dirahmati dan digembirakan sebagaimana dilukiskan dalam
QS. 43:70
ادْخُلُوا الْجَنَّةَ أَنْتُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ
تُحْبَرُونَ
Masuklah kamu ke dalam syurga,
kamu dan istri-istri kamu digembirakan.”
Ada seorang pujangga yang
berkata, “Jika di dunia ini ada syurga, maka syurga dunia itu adalah pernikahan
yang bahagia, dan jika di dunia ini ada nera-ka, maka neraka dunia itu adalah
pernikahan yang gagal. Namun Rasulullah saw dengan tegas menyatakan, “Baitiy
jannatiy” rumah tanggaku adalah syurga-ku, Suasana demikian ini dianugerahkan,
karena setiap pihak memiliki kesedia-an untuk membangun rumah tangga Islami.
Suami selaku pemimpin memiliki watak berbudi bawa leksana, bermurah hati dan
teguh memegang janji suci bertindak dengan keagungan akhlaq, senantiasa ingat
bahwa kepemimpinannya akan diminta pertanggung jawaban. Isteri menjadi
sebaik-baik hiasan di antara hiasan dunia yang ada, menyenangkan dalam
pandangan, patuh dalam binaan dan memelihara kehormatan, dilandasi kesadaran
adalah cukup bagi seorang isteri apabila ia telah menunaikan shalat lima waktu,
menyempurnakan puasa di bulan Ramadhan, dan taat kepada suami yang berakhlaq,
kelak akan disambut oleh Allah untuk masuk ke dalam syurga lewat pintu mana
saja yang ia suka.
Kehidupan harmonis bukan berarti
bebas sama sekali dari sandungan. Perselisihan kecil terkadang dapat terjadi,
namun hal itu tidak dibiarkan berkembang dengan memperuncing persoalan dan
membenturkan perbedaan, tetapi dijadikan hikmah dan pengingat bahwa kasih
sayang berumah tangga harus senantiasa dirawat, dikembalikan pada khittah
pernikahannya.
Dapat diterangkan, perbedaan
sifat dasar suami dan isteri ibarat perbedaan nada, dan nada yang
dikomposisikan secara tepat menghasilkan irama indah. Keberbedaan yang
dipersatukan dalam kebersamaan tujuan gambarannya sebagaimana tertuang dalam
salah satu lirik: Langkahku dan langkahmu memang berbeda; namun kita satu di
jalan yang sama; tak terpisah walau jarak tetap ada; dan kita saling menjaga;
kutrima adamu kau trima apa adaku; cintaku cintamu lekat jadi satu. Untuk
menggapai kebersamaan dalam oase surgawi secara ringkas namun meliputi, Allah
firmankan:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالمَعْرُوفِ
Dan pergaulilah pasanganmu dengan baik.
Kalau masing-masing berupaya menampilkan akhlaq utama dalam
berumah tangga, insya Allah kebaikan dan kenahagiaan menjadi buah panenan.
Akhirnya para undangan selaku penyaksi disini mendo’akan
semoga mempelai menjadi pasangan bahagia, langgeng sampai hari tua, seia
sekata, ; hidup rukun saling menyayangi bersama anak-anak yang shalih dan
shalihah dalam naungan rahmat Allah:
باَرَكَ اللّهُ لَكَ وَباَرَكَ عَلَيْكَ
وَجَمَعَ بَيْنَكُمَ فِيْ خَيْرٍ
أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ
اللهَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْم
0 Response to "kHUTBAH NIKAH"
Post a Comment
الإنسان محل الخطأ والنسيان
.
(Manusia tempatnya salah dan lupa)