Khutbah Idul Adha: (Kisah Keteladanan Keluarga Nabi Ibrahim AS)
KHUTBAH PERTAMA
اللهُ
اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (×3)اللهُ اَكبَرْ (×3)
اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ
للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ
صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ. اللهُ اَكْبَرْ (3×)
اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ
وَطَهَّرْ
اَمَّا
بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ
اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Hadirin Jama’ah Sholat Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Di pagi
hari yang penuh berkah ini, kita berkumpul untuk melaksanakan shalat ‘Idul
Adha. Baru saja kita ruku’ dan sujud sebagai pernyataan taat kepada Allah SWT.
Kita agungkan nama-Nya, kita gemakan takbir dan tahmid sebagai pernyataan dan
pengakuan atas keagungan Allah. Takbir yang kita ucapkan bukanlah sekedar gerak
bibir tanpa arti. Tetapi merupakan pengakuan dalam hati, menyentuh dan
menggetarkan relung-relung jiwa manusia yang beriman. Allah Maha Besar. Allah
Maha Agung. Tiada yang patut di sembah kecuali Allah.
Karena itu, melalui mimbar ini saya mengajak kepada diri saya sendiri dan
juga kepada hadirin sekalian: Marilah tundukkan kepala dan jiwa kita di hadapan
Allah Yang Maha Besar. Campakkan jauh-jauh sifat keangkuhan dan
kecongkaan yang dapat menjauhkan kita dari rahmat Allah SWT. Apapun kebesaran
yang kita sandang, kita kecil di hadapan Allah. Betapa pun perkasa, kita lemah
dihadapan Allah Yang Maha Kuat. Betapapun hebatnya kekuasaan dan pengaruh kita,
kita tidak berdaya dalam genggaman Allah Yang Maha Kuasa atas segala-galanya.
Hadirin Jama’ah
Idul Adha yang berbahagia
Idul adha yang kita rayakan pada setiap tanggal 10 Dzulhijjah juga dikenal
dengan sebuatan “Hari Raya Haji”, dimana kaum muslimin yang sedang menunaikan
haji, baru saja melakukan rangkaian Ibadah haji yang utama, yaitu wukuf di
Arafah. Mereka
semua memakai pakaian serba putih dan tidak berjahit, yang di sebut pakaian
ihram, melambangkan persamaan akidah dan pandangan hidup, mempunyai tatanan
nilai yaitu nilai persamaan dalam segala segi bidang kehidupan. Tidak dapat
dibedakan antara mereka, semuanya merasa sederajat. Sama-sama mendekatkan diri
kepada Allah Yang Maha Perkasa, sambil bersama-sama membaca kalimat talbiyah.
لَبَّيْكَ
اللّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ
Disamping
Idul Adha dinamakan hari raya haji, idul Adha juga
dinamakan “Idul Qurban”, karena merupakan hari raya yang menekankan pada arti
berkorban. Arti Qurban ialah memberikan sesuatu untuk menunjukkan kecintaan
kepada orang lain sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah swt,
meskipun harus menderita . Orang lain itu bisa anak, orang
tua, keluarga, saudara sebangsa dan setanah air. Ada pula pengorbanan yang ditujukan kepada
agama yang berarti untuk Allah SWT dan inilah pengorbanan yang tinggi nilainya.
Masalah
pengorbanan, dalam lembaran sejarah kita diingatkan pada beberapa peristiwa
yang menimpa Nabiyullah Ibrahim AS beserta anaknya Ismail
dan istrinya Siti Hajar. Ketiga
orang ini telah membuat sejarah besar, yang tidak ada bandingannya: Yaitu
ketika Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah SWT untuk menempatkan istrinya
Hajar bersama Nabi Ismail putranya, yang saat itu masih menyusu. Mereka
ditempatkan disuatu lembah yang tandus, dan gersang, yang tidak tumbuh sebatang
pohon pun. Lembah itu demikian sunyi dan sepi, tidak ada penghuni seorangpun.
Nabi Ibrahim sendiri tidak tahu, apa maksud sebenarnya dari wahyu Allah yang
menyuruh menempatkan istri dan putranya yang masih bayi itu, untuk ditempatkan
di suatu tempat yang paling asing, 1600 KM di sebelah utara
negaranya sendiri, yaitu palestina. Tapi baik Nabi Ibrahim, maupin istrinya
Siti Hajar, menerima perintah itu dengan ikhlas dan penuh tawakkal.
Karena pentingnya
peristiwa tersebut. Allah mengabadikannya dalam Al-Qur’an:
رَّبَّنَا إِنِّي
أَسْكَنتُ مِن
ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ
غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ الصَّلاَةَ فَاجْعَلْ
أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ
تَهْوِي إِلَيْهِمْ
وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Artinya: Ya Tuhan kami sesunggunnya aku
telah menempatkan sebagian keturunanku di suatu lembah yang tidak mempunyai
tanam-tanaman di dekat rumahmu (Baitullah) yang dimuliakan. Ya Tuhan kami
(sedemikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah gati sebagia
manusia cenderung kepada mereka dan berizkilah mereka dari buah-buahan,
mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS Ibrahim: 37)
Selanjutnya,
Seperti yang diceritakan oleh Ibnu Abbas bahwa tatkala
Siti Hajar kehabisan air minum hingga tidak biasa menyusui nabi Ismail, beliau
mencari air kian kemari sambil lari-lari kecil (Sa’i) antara bukit Sofa dan
Marwah sebanyak 7 kali. Tiba-tiba Allah mengutus malaikat jibril
membuat mata air Zam Zam. Siti Hajar dan Nabi Ismail memperoleh sumber
kehidupan.
Lembah
yang dulunya gersang itu, mempunyai persediaan air yang melimpah-limpah.
Datanglah manusia dari berbagai pelosok terutama para pedagang ke tempat siti
hajar dan nabi ismail, untuk membeli air. Datang rejeki dari berbagai penjuru,
dan makmurlah tempat sekitarnya. Akhirnya lembah itu hingga saat ini terkenal
dengan kota mekkah, sebuah kota
yang aman dan makmur, berkat do’a Nabi Ibrahim dan berkat kecakapan seorang ibu
dalam mengelola kota
dan masyarakat. Kota
mekkah yang aman dan makmur dilukiskan oleh Allah kepada Nabi Muhammad dalam
Al-Qur’an:
وَإِذْ قَالَ
إِبْرَاهِيمُ رَبِّ
اجْعَلْ هَـَذَا
بَلَداً آمِناً وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُم بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
Artinya: Dan ingatlah ketika Ibrahim berdo’a:
“Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, sebagai negeri yang aman sentosa dan
berikanlah rizki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara
mereka kepada Allah dan hari kiamat.” (QS Al-Baqarah: 126)
Hadirin Kaum
Muslimin Muslimat Rohimakumulloh,
Dari
ayat tersebut, kita memperoleh bukti yang jelas bahwa kota Makkah hingga
saat ini memiliki kemakmuran yang melimpah. Jamaah haji dari seluruh penjuru
dunia, memperoleh fasilitas yang cukup, selama melakukan ibadah haji maupun
umrah.
Hal itu
membuktikan tingkat kemakmuran modern, dalam tata pemerintahan dan ekonomi,
serta keamanan hukum, sebagai faktor utama
kemakmuran rakyat yang mengagumkan. Yang semua itu menjadi dalil, bahwa do’a
Nabi Ibrahim dikabulkan Allah SWT. Semua kemakmuran tidak hanya dinikmati oleh
orang islam saja. Orang-orang yang tidak beragama Islam pun ikut menikmati. Sebagaiman firman Allah SWT:
قَالَ
وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلاً ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ
وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
Artinya: Allah berfirman: “Dan kepada orang
kafirpun, aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa
neraka. Dan itulah seburuk buruk tempat kembali.” (QS. Al-Baqarah:
126)
Hadirin Jama’ah
sholat Idul Adha A’azzakumulloh.
Idul
Adha yang kita peringati saat
ini, dinamai juga “Idul Nahr” artinya hari raya
memotong kurban yang berupa binatang ternak. Sejarahnya adalah
bermula dari ujian paling berat yang
menimpa Nabiyullah Ibrahim. berkat kesabaran dan
ketabahan Ibrahim dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan, Allah memberinya
sebuah anugerah, atau gelar kehormatan
“Khalilullah” (kekasih Allah).
Setelah titel Al-khalil disandangnya, Malaikat bertanya kepada Allah: “Ya
Tuhanku, mengapa Engkau menjadikan Ibrahim sebagai kekasihmu. Padahal
ia disibukkan oleh urusan kekayaannya dan keluarganya?” Allah berfirman:
“Jangan menilai hambaku Ibrahim ini dengan ukuran lahiriyah, tengoklah isi hatinya
dan amal bhaktinya!”
Sebagai
realisasi dari firmannya ini, Allah SWT mengizinkan pada para malaikat menguji
keimanan serta ketaqwaan Nabi Ibrahim. Ternyata, kekayaan dan keluarganya tidak
membuatnya lalai dalam taatnya kepada Allah.
Dalam kitab “Misykatul Anwar” disebutkan bahwa konon, Nabi Ibrahim memiliki
kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu, dan 100 ekor unta. Riwayat
lain mengatakan, kekayaan Nabi Ibrahim mencapai 12.000 ekor ternak. Suatu
jumlah yang menurut orang di zamannya adalah tergolong milliuner. Suatu hari ketika Nabi Ibrahim ditanya oleh seseorang
“milik siapa ternak sebanyak ini?” maka dijawabnya: “Kepunyaan Allah, tapi kini
masih milikku. Sewaktu-waktu bila Allah menghendaki, aku serahkan semuanya.
Jangankan cuma ternak, bila Allah meminta anak kesayanganku Ismail, niscaya
akan aku serahkan juga.”
Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur’anul ‘adzim mengemukakan bahwa, pernyataan
Nabi Ibrahim yang akan mengorbankan anaknya jika dikehendaki oleh Allah itulah
yang kemudian dijadikan bahan ujian, yaitu Allah menguji iman dan taqwa Nabi
Ibrahim melalui mimpinya yang haq, agar ia mengorbankan putranya yang kala itu
masih berusia 7 tahun. Anak yang elok rupawan, sehat lagi cekatan
ini, supaya dikorbankan dan disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri.
Sungguh sangat mengerikan! Peristiwa spektakuler itu dinyatakan dalam
Al-Qur’an:
قَالَ
يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي
أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا
أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ
سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Artinya: Ibrahim berkata : “Hai anakkku
sesungguhnya aku
melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu “maka fikirkanlah apa pendapatmu?
Ismail menjawab: Wahai bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.
Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk
orang yang sabar.” (QS Aa-saffat: 102)
Ketika
keduanya siap untuk melaksanakan perintah Allah. Iblis datang menggoda sang
ayah, sang anak, dan sang ibu silih berganti. Akan tetapi Nabi Ibrahim, Siti
hajar dan Nabi Ismail tidak tergoyah noleh bujuk rayuan iblis yang menggoda
agar membatalkan niatnya. Mereka tidak terpengaruh sedikitpun untuk mengurunkan
niatnya melaksanakan perintah Allah. Ibrahim melempar iblis dengan batu,
mengusirnya pergi. Dan ini kemudian menjadi salah satu rangkaian ibadah haji
yakni melempar jumrah.
Hadirin Jama’ah
Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Ketika
sang ayah belum juga mengayunkan pisau dileher putranya. Ismail mengira ayahnya
ragu, seraya ia melepaskan tali pengikat kaki dan
tangannya, agar tidak muncul suatu kesan atau image dalam sejarah bahwa sang
anak menurut untuk dibaringkan karena dipaksa. Ia
meminta ayahnya segera mengayunkan pisau sambil berpaling, supaya
tidak melihat wajahnya.
Nabi
Ibrahim memantapkan niatnya. Nabi Ismail pasrah bulat-bulat, seperti ayahnya
yang telah tawakkal. Sedetik setelah pisau nyaris digerakkan, tiba-tiba Allah
berseru dengan firmannya, menyuruh menghentikan perbuatannya tidak usah diteruskan pengorbanan terhadap
anaknya. Allah telah meridloi mereka berdua yang telah
memasrahkan diri mereka. Sebagai imbalan keikhlasan mereka,
Allah mencukupkan dengan penyembelihan seekor kambing sebagai korban,
sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an surat
As-Saffat ayat 107-110:
وَفَدَيْنَاهُ
بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
“Dan kami tebus anak itu dengan
seekor sembelihan yang besar.”
وَتَرَكْنَا
عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ
“Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian
yang baik) dikalangan orang-orang yang
datang kemudian.”
سَلَامٌ
عَلَى إِبْرَاهِيمَ
“Yaitu kesejahteraan semoga
dilimpahkan kepada Nabi Ibrahim.”
كَذَلِكَ
نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
“Demikianlah kami memberi balasan
kepada orang-orang yang berbuat
baik.”
Menyaksikan tragedi penyembelihan yang tidak ada bandingannya dalam sejarah
umat manusia itu, Malaikat Jibril kagum, seraya terlontar darinya suatu
ungkapan “Allahu Akbar,
Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Nabi Ibrahim
menjawab “Laailaha illahu Allahu Akbar.” Yang kemudian
dismbung oleh Nabi Ismail “Allahu
Akbar Walillahil Hamdu.’
Hadirin Jama’ah Sholat Idul Adha yang berbahagia,
Inilah
sejarah awal dilaksanakannya korban di Hari
Raya Qurban. Yang kita peringati pada pagi hari ini. Allah Maha Penyayang.
Korban yang diperintahkan tidak usah anak kita, cukup binatang ternak, baik
kambing, sapi, kerbau maupun lainnya.
Pengorbanan
Nabi Ibrahim AS yang paling besar dalam sejarah umat manusia,
membuat Ibrahim menjadi seorang Nabi dan Rasul yang besar, dan mempunyai arti
besar.
Dari sejarahnya itu, maka lahirlah kota Makkah dan Ka’bah sebagai kiblat
umat Islam seluruh dunia, dengan air zam-zam yang tidak pernah kering, sejak
ribuan tahun yang silam, sekalipun tiap harinya dikuras berjuta-juta liter. Hal
ini sebagai bukti jasa seorang wanita yang paling sabar dan tabah yaitu
Siti Hajar dan putranya Nabi Ismail.
Di
samping itu, kesan atau i’tibar yang dapat diambil dari peristiwa tersebut
adalah: Pertama, perintah dan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh
Allah SWT, harus dilaksanakan tanpa penolakan. Harus
disambut dengan tekad sami’na wa ‘ata’na. Nabi Ibrahim, istri, dan
anaknya, telah meninggalkan contoh bahwa bila perlu, jiwa sendiripun haruslah
dikorbankan, demi melaksanakan perintah-perintah Allah.
Hadirin Kaum
Muslimin Muslimat Rohimakumulloh,
I’tibar
kedua yang dapat kita tarik dari
peristiwa tersebut, adalah kegigihan syaitan yang terus menerus mengganggu
manusia, agar membangkang dari ketentuan ilahi. Syaitan senantiasa terus
berusaha menyeret manusia ke jurang kejahatan dan kehancuran, sehingga kita harus senantiasa berhati-hati. Allah sendiri
mengingatkan kepada kita.
وَلاَ
تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
Artinya: Dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata
bagimu.”
Selanjutnya Ketiga, jenis sembelihan berupa bahimah (binatang
ternak), merupakan gambaran bahwa hawa nafsu hewaniyyah harus
dihilangkan.
keempat,
bahimah/ewan ternak bila dilihat dari unsur gizinya,
mengandung suatu makna bahwa makanan, disamping halal harus yang
diutamakan juga gizinya.
Hadirin Jama’ah
sholat Idul Adha A’azzakumulloh.
Tepatlah apabila perayaan Idul Adha digunakan untuk menggugah kesedihan
kita demi untuk berkorban bagi negeri kita tercinta yang tidak pernah luput
dirundung kesusahan dan musibah ini.
Dalam kondisi seperti ini sebenarnya kita harus banyak berharap dan berdoa
kepada Allah, mudah-mudahan para pemimpin kita, elit-elit politik kita, dalam
berjuang tidak hanya mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompoknya, tapi juga
untuk kepentingan bangsa dan negara. Pengorbanan untuk kepentingan orang
banyak tidaklah mudah, berjuang dalam rangka mensejahterahkan umat memang
memerlukan keterlibatan semua pihak. Hanya orang-orang bertaqwalah yang sanggup
melaksanakannya.
Mudah-mudahan
perayaan Idul Adha kali ini, mampu menggugah kita untuk rela berkorban demi
kepentingan agama, bangsa dan negara amiin 3x ya robbal alamin.
أعُوْذُ
بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ
اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
بَارَكَ
اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي
وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ
وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ.
فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Sumber : Kumpulan Khutbah Jum'at Ponpes Sabilul Hasanah
Palembang
0 Response to "Khutbah Idul Adha: (Kisah Keteladanan Keluarga Nabi Ibrahim AS) "
Post a Comment
الإنسان محل الخطأ والنسيان
.
(Manusia tempatnya salah dan lupa)