KHUTBAH JUMAT ( Tabayyun sebagai Ajaran Islam )
Khutbah
Pertama
الْحَمْدُ للهِ القَوِيِّ
الْمَتِينِ ، سُبْحَانَهُ تَعَالَى الَّذِى خَلَقَ الإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
، وَ هَدَاهُ لِلْمَنْهَجِ القَوِيمِ ، وَ سَنَّ شَرَائِعَ فِيهَا القُوَّةُ وَالتَّمكِينُ
، بِحِكْمَتِهِ نُؤْمِنُ ، وَبِقُدْرَتِهِ نُوقِنُ ، عَلَيْهِ نَتَوَكَّلُ وَ إِيَّاهُ
نَستَعِينُ ، أَحْمَدُهُ تَعَالَى بِمَا هُوَ لَهُ أَهْلٌ مِنَ الْحَمْدِ وَ الثَّنَاءِ
عَلَيْهِ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ
أَنَّ سَيَّدَنَا وَ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُولُهُ ، لَمْ يَزَلْ مُتَوَكِّلاً
عَلَى رَبِّهِ ، وَاثِقًا بِوَعدِهِ ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ
وَ سَلَّم ، وَعَلَى كُلِّ مَنْ اقْتَدَى بِسُنَّتِهِ إِلَى يَومِ الدِّينِ .
اَمَّا بَعْدُ : فَيَاعِبَادَ
اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ وَ طَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ : يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللَّهَ وَ قُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَ يَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَ مَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَ رَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا .
Kaum
Muslimin sidang Jum’at rahimakumullah
Puji
dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmatNya
yang dilimpahkan kepada kita semua, sehingga kita dapat beribadah mengabdi
kepadaNya setiap waktu demi menggapai ridla-Nya.
Dalam
kesempatan yang mulia ini, marilah kita terus menerus berusaha meningkatkan
kualitas ketakwaan kita kepada Allah SWT; takwa dalam arti yang sebenar-benarnya.
Semoga Allah SWT menempatkan kita semua pada derajat yang Dia ridhoi, di dunia
dan di akherat. Amin ya rabbal 'alamin.
Kaum
Muslimin sidang Jum’at rahimakumullah
Di
beberapa pekan terakhir ini, media massa memberitakan adanya kejadian-kejadian yang
mengguncang keutuhan dan keamanan masyarakat negara Indonesia. Ada yang
bersifat politis, pada aspek keamanan, sosial, perkembangan perekonomian,
sampai situasi kerukunan beragama pun mengalami goncangan. Berbagai kalangan
pun memberikan tanggapan atas perkembangan situasi yang semakin kompleks.
Pemberian tanggapan pun berbeda-beda seiring perbedaan sumber dan pola berpikir
yang menyampaikan. Perbedaan ini memunculkan solusi-solusi alternatif yang juga
berbeda-beda. Dari perbedaan solusi ini, penerimaan oleh pendengar atau
masyarakat pun menjadi berbeda-beda. Dan perbedaan penerimaan ini melahirkan
aksi atau sikap yang berbeda-beda pula. Aksi dan penyikapan yang berbeda-beda
ini pun melahirkan perubahan-perubahan sikap dan akibat yang juga berbeda-beda.
Kaum
Muslimin sidang Jum’at rahimakumullah
Terkhusus
pada aspek keagamaan, perbedaan penyikapan dari informasi yang diterima juga
melahirkan aneka ragam sikap dan aksi. Meskipun sama sumbernya, yakni Al-Qur’an
dan al-Hadits, akan tetapi tetap memunculkan perbedaan-perbedaan sikap yang
beragam. Dari sikap toleran sampai dengan sikap yang keras tanpa toleransi.
Penerimaan masyarakat pun menjadi berbeda-beda, sebagai akibat penyikapan yang
berbeda-beda terhadap suatu informasi. Tidak jarang memunculkan konflik yang tentu saja merugikan
beberapa pihak. Dan tentu saja konflik ini mengganggu stabilitas keamanan dan
kerukunan di dalam lingkungan kemasyarakat.
Tradisi
tabayyun merupakan tradisi ajaran Islam yang dapat menjadi solusi dari zaman ke
zaman. Terutama bagi informasi-informasi yang berpotensial memunculkan konflik
dalam masyarakat. Metode tabayyun merupakan proses klarifikasi sekaligus
analisis atas informasi dan situasi serta problem yang dialami umat. Harapannya
akan mendapatkan hasil kesimpulan yang lebih bijak, arif dan lebih tepat sesuai
keadaan masyarakat sekitarnya.
Allah
SWT memberikan pelajaran bagi kita semua dalam firmanNya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْماً بِجَهَالَةٍ
فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu.”(QS. Al-Hujurat: 6)
Pada
ayat lain Allah SWT berfirman :
وَ لاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ
لَكَ بِهِ عِلْمٌ , إِنَّ السَّمْعَ وَ الْبَصَرَ وَ الْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ
عَنْهُ مَسْئُولًا
“Janganlah
kamu mengikuti apa yang kamu tidak ketahui. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya. (QS
al-Isrâ’ [17]: 36).
Ayat
tersebut, mengandung makna yang selaras dan saling melengkapi dengan ayat yang
telah tersebutkan sebelumnya. Ayat pertama menyebutkan keharusan bertabayyun
terhadap adanya suatu berita atau informasi ataupun datangnya suatu pemahaman
dan cara berpikir keberagamaan yang baru. Sedangkan pada ayat kedua disiratkan
tidak diperkenankannya mengikuti sesuatu yang belum diketahui secara jelas.
Menyiratkan pula adanya proses tindak lanjut terhadap sesuatu yang belum
diketahui, agar dapat diketahui secara benar dan jelas. Aktivitas pendengaran,
aktivitas penglihatan dan aktivitas hati akan dimintakan pertanggungjawabannya
oleh Allah SWT.
Kaum
Muslimin sidang Jum’at rahimakumullah
Keyakinan
kita terhadap suatu ilmu dan pemahaman atau cara berpikir, belum tentu
mengandung kebenaran yang dikehendaki oleh syariat Islam. Bukankah kita mengetahui
adanya istilah yaqin, ‘ainul yaqin dan haqqul yaqin? Kita dapat bertanya kepada
diri kita, apakah kapasitas keilmuan kita telah memposisikan kita pada derajat
haqqul yaqin? Sehingga pemahaman yang kita peroleh pasti selaras dengan maksud
Rusululloh SAW dan kehendak Allah SWT? Apakah kualitas diri kita telah
menjadikan diri kita berada pada posisi yang benar-benar 100 persen aman dari
ancaman siksa Allah saat mengungkapkan kesimpulan kajian pikiran kita tentang
ma’na suatu ayat al Qur’an? Pemahaman dan pemaknaan kita terhadap suatu hadits,
dengan melihat kekuatan ilmu dan akal kita, apakah telah haqqul yaqin sesuai
dengan makna yang kekehendaki oleh Rosululloh SAW? Ketika kita menyimpulkan
makna suatu hadits misalnya, baik melalui pengamatan redaksi bahasa Arabnya
atau terhadap terjemahannya, apakah keilmuan kita telah cukup?
Kaum
Muslimin sidang Jum’at rahimakumullah
Memaknai
sebuah redaksi ayat Al-Qur’an dan teks al-Hadits merupakan hal yang sama sekali
tidak sepele. Makna yang dikehendaki Allah SWT dan Rasulullah SAW tidak hanya
dapat dilihat dan dipahami dengan satu buah atau dua buah teks saja. Satu ayat
atau hadits selalu terhubung dengan ayat dan hadits yang lain. Diperlukan bekal banyak ilmu antara lain ilmu
nahwu dan sharaf, isytiqaqil alfadh, balaghah, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu
qiro’aat, ilmu qashashil qur’an, tafasirish shahabah, ilmu asbab nuzulil ayat
dan asbab wurudil hadits, ilmu musthalahil hadits, rijalul hadits, darajatul
hadits, muqaranatu mutunil hadits, ilmu fiqih, dan masih banyak ilmu lainnya.
Dan syarat penguasaan kesemua ilmu di atas telah disepakati keharusannya oleh
mayoritas ulama dan ahli hadits untuk dapat merumuskan makna dan maksud suatu
teks ayat atau teks hadits yang sedekat-dekatnya dengan maksud Allah SWT..
Lalu
bagaimana dengan seseorang yang memaknai teks ayat atau hadits tanpa menguasai
ilmu-ilmu tersebut di atas? Apa ada hak bagi seseorang tersebut memaksakan
makna dan maksud suatu teks ayat atau hadits, padahal ia tahu tidak mencukupi
syarat keilmuannya? Tidakkah ia justru terjerumus dan termasuk dalam golongan
orang-orang yang berdusta atas nama Rasulullah SAW, disebabkan ia menyampaikan
makna teks yang tidak sesuai dengan maksud Rasulullah sendiri? Na’udzu billah
min dzalik. Jika demikian, maka ia terancam dengan hadits Rasulullah SAW yang
berbunyi :
مَنْ كَذَّبَ عَلَيَّ
مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ - الحديث
"Barangsiapa
yang berdusta atas namaku, maka silahkan ia pilih tempat kembalinya di dalam
neraka “.
Menafsirkan
ayat atau memaknai hadits tanpa bekal ilmu-ilmu yang diperlukan dapat dikatakan
sebagai penafsiran dan pemaknaan ayat secara paksa. Metode paksa inilah yang
melahirkan kesimpulan-kesimpulan pernyataan yang tidak bijak. Penafsiran dan
pemaknaan ini melahirkan pemahaman-pemahaman yang tidak toleran di
tengah-tengah masyarakat, bahkan cenderung ekstrem dan keras. Suatu pemahaman
–bahkan tidak jarang telah menjadi suatu keyakinan—yang justru secara sadar
atau tidak sadar, menghilangkan misi rahmatan lil ‘alamiin yang diusung Baginda
Nabi Besar Muhammad SAW sebagai utusan Allah SWT. Satu misi yang memiliki rasa
toleransi kuat terhadap keberagaman umat dan perbedaan tradisinya.
Kaum
Muslimin sidang Jum’at rahimakumullah
Jika
mau jujur, pemahaman dan keyakinan yang ekstrem ini telah banyak dirasakan
akibat buruknya, baik oleh masyarakat setempat ataupun bahkan bagi kelompok
yang mendakwahkannya. Masyarakat menjadi resah sebab tradisi yang selama ini
menyatukan keberagaman mereka, justru dikecam. Masyarakat menjadi resah sebab kearifan
lokal yang selama ini menjadi sarana apik syiar Islam, justru dihilangkan.
Sedangkan efek negatif bagi yang mendakwahkan pemahaman ekstrem inipun,
disadari atau tidak, menjadi terisolir dari lingkungan di mana ia tinggal.
Seakan-akan keberadaan mereka seperti tidak adanya mereka, wujuduhum ka
‘adamihim. Akibat lain dari munculnya pemahaman agama ekstrem ini adalah
pengutamaan ritual syari’at lahiriyah akan tetapi mengesampingkan hubungan hati
yang baik antara sesama saudara muslim. Hubungan silaturrahmi dan jalinan
persaudaraan menjadi tipis, meski ibadah syari’at tampak intens. Efek lainnya
adalah Akibat lain bahkan dapat
menciptakan teror-teror meresahkan bagi masyarakat di sekitarnya, tanpa merasa
bersalah sedikitpun. Inikah suasana masyarakat islami yang diharapkan
Rasulullah SAW?
Masyarakat
tentu masih ingat dan dapat membedakan suasana masjid tempo dulu yang sarat
dengan tradisi lokal berjiwa Islami, dengan suasana masjid masa kini yang telah
berkurang tradisi islaminya. Ramadhan zaman dahulu dengan Ramadhan zaman
sekarang, lebaran di masa kecil kita dengan lebaran di masa kita sekarang ini.
Dan contoh-contoh lainnya.
Misi
rahmatan lil ‘alamin diharapkan menjadi jiwa bagi setiap kearifan dan tradisi
lokal yang telah ada. Tradisi masyarakat apapun dan dari manapun jika terjiwai
nilai-nilai dan ajaran-ajaran Islam tentu akan menghasilkan keadaan masyarakat
yang damai dan selamat dari perpecahan. Tradisi lokal yang tidak mutlak hilang
menjadikan masyarakat setempat merasa dihormati eksistensinya. Mereka merasa
dihargai ketika tradisi mereka tidak dihilangkan dari mereka. Dan dengan jiwa
nilai islami, maka tradisi tersebut menjadi lebih mulia. Bukankah diutusnya
Rasulullah SAW untuk menyempurnakan akhlak (makarimal akhlaq)? Termasuk di
dalam makaarimal akhlaq adalah kearifan lokal atau tradisi kemasyarakatan yang
dinilai mulia di sisi Islam. Lalu Islam menutup kekurangannya, membimbing,
menyempurnakan kemuliaan tersebut. Sesuatu yang menyempurnakan tentu saja lebih
sempurna dari yang disempurnakan. Maka, tradisi bagaikan tubuh yang dihormati
dan dimuliakan keberadaannya oleh Islam. Dan jika tubuh yang dimuliakan
tersebut terjiwai dengan jiwa ajaran dan nilai-nilai Islami, maka kemuliaan
tubuh tersebut akan semakin terpancar dengan kokohnya.
Kaum
Muslimin sidang Jum’at rahimakumullah
Pemikiran
dan pemahaman beragama yang keras, telah merebak dan menyusup ke dalam
sendi-sendi masyarakat bangsa ini. Baik di lingkungan kemasyarakatan, di
lingkungan lembaga pendidikan kampus ataupun sekolah, TPA-TPA dan bahkan
menyusup ke dalam masjid-masjid sekitarnya yang dibangun dan dibesarkan dengan
pondasi tradisi lokal berjiwa Islam. Pemerintah dan beberapa organisasi lembaga
keagamaan telah melakukan upaya-upaya antisipatif atas keberadaan mereka yang
radikal. Bahkan anjuran agar meningkatkan kewaspadaan terhadap kelompok pola
pikir dan pemahaman radikal ini dilakukan tidak cukup sekali ataupun dua kali.
Mengakhiri
khotbah Jum’at ini, marilah kita tingkatkan kewaspadaan kita, di mana kita
berada dan di mana kita berperan dan beraktivitas. Semoga Allah SWT
menghindarkan terputusnya ukhuwwah islamiyyah dari hati kita. Semoga Allah SWT
senantiasa membimbing upaya tabayyun kita sehingga umat Islam secara
keseluruhan, dengan berbagai corak dan golongannya, mendapat ridhoNya dan
selamat di dunia sampai akherat. Dan kiranya Allah SWT menerima semua amal dan
ibadah kita. Amin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ
فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ
لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Sumber
: http://www.nu.or.id.
0 Response to "KHUTBAH JUMAT ( Tabayyun sebagai Ajaran Islam )"
Post a Comment
الإنسان محل الخطأ والنسيان
.
(Manusia tempatnya salah dan lupa)