KHUTBAH PERTAMA (MENCARI RIZKI)
Masjid Ma'had Al_Zaytun (Indramayu)
KHUTBAH
PERTAMA
اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ مَنْ تَوَكَّلَ
عَلَيْهِ بِصِدْقِ نِيَّةٍ كَفَاهُ وَمَنْ تَوَسَّلَ إِلَيْهِ بِاتِّبَاعِ
شَرِيْعَتِهِ قَرَّبَهُ وَأَدْنَاهُ وَمَنِ اسْتَنْصَرَهُ عَلَى أَعْدَائِهِ
وَحَسَدَتِهِ نَصَرَهُ وَتَوَلاَّهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ حَافَظَ دِيْنَهُ وَجَاهَدَ فِيْ
سَبِيْلِ اللهِ
(أَمَّا بَعْدُ) فَقَالَ تَعَالَى فَإِذَا قُضِيَتِ
الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن
فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Ma’asyiral Muslimin
Rahimakumullah
Marilah di hari ini kita mempertebal ketaqwaan kita kepada Allah dengan
menghindarkan diri dari kecurangan,kebohongan dan berbagai sifat tercela
lainnya. Dan memulai hai-hari dengan penuh kejujuran karena kejujuran akan
membuahkan kehalalan dan kehalalan yang kita konsumsi menentukan nasib kita
selanjutnya.
Hadirin yang Dirahmati Allah
Bekerja mencari rizki guna
menopang ibadah hukumnya adalah wajib. Sebagaimana hukum ibadah itu sendiri.
Hal ini telah disepakati oleh ulama. Karena bekerja merupakan salah satu cara
memenuhi kebutuhan. Lebih-lebih bagi mereka yang telah berkeluarga, mereka
memiliki tanggung jawab dan kewajiban memberi nafkah terhadap anak dan istrinya.
Sedangkan nafkah bisa didapat oleh seseorang yang mau bekerja. Selain itu
dengan bekerja seseorang dapat terhindar dari sifat thama’ atau menggantungkan
diri pada orang lain dan juga dapat menghindarkan diri dari meminta-minta yang mana
semua itu termasuk perbuatan yang dilarang agama. Dalam surat al-Jumu’ah ayat
10 Allah berfiman
فَإِذَا قُضِيَتِ
الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن
فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Apabila telah ditunaikan
shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
Begitu pentingnya bekerja dan
berusaha bagi seorang muslim. Karena sesungguhnya al-barakatu
ma’al harakah bahwa keberkahan itu akan hadir bersama dengan pergerakan
atau usaha. Dimana ada kemauan untuk berusaha disitu Allah telah menyediakan
keberkahan. Dengan kata lain Islam sangat membenci pengangguran atau orang yang
berpangku tangan,
Bahkan, tidak ada satu cerita
pun dari hadits Rasulullah yang menerangkan larangan beliau kepada para
sahabatnya untuk berhenti bekerja demi menjalankan dakwah agama, padahal waktu
itu berdakwah sangat membutuhkan perhatian mengingat kondisi Islam masih sangat
lemah baik secara sosial dan politik. Justru di kala
itu Rasulullah saw tetap memerintahkan Abu Bakar untuk terus berdagang dan
kepada sahabat lainnya untuk tetap menekuni keahliannya. Bahkan ada sebuah
hadits yang seolah menyinggung para sahabat saat itu yang berbunyi:
كَانَ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامْ لاَ
يَأْكُلُ الُّا مِنْ عَمَلِ يَدِيْهِ
Nabi Daud as tidak pernah
makan kecuali dari hasil pekerjaan tangannya sendiri (HR.Bukhari)
Jama’ah Jum’ah yang Disayang
Allah
Meski demikian, bekerja tidaklah
cukup asal bekerja. Hendaknya bekerja harus dilakukan dengan penuh kejujuran.
Kejujuran dalam bekerja wajib pula hukumnya. Karena pekerjaan yang dilakukan
dengan jujur akan sangat mempengaruhi pola beribadah dan perilaku keseharian
seorang hamba. Mengapa demikian, karena sesuatu yang halal merupakan buah dari
kejujuran. Dan mengkonsumsi yang halal akan mempermudah seorang hamba
mendekatkan dirinya kepada Allah swt. Maka yang menjadi pertimbangan di sini
adalah proses bekerjanya bukan hasil dari pekerjaan itu sendiri.
Hasil yang tidak banyak tetapi
dikerjakan secara jujur maka akan menghasilkan keberkahan walaupun kecil
nilainya. Namun hasil yang banyak tetapi dikerjakan dengan cara yang tidak
jujur maka akan berdampak pada kesakitan moral
pelakunya meskipun secara kwantitas lebih banyak. Lihatlah mereka yang bekerja
dengan cara menipu ataupun berbohong pasti akan meraih sukses dalam jangka
waktu yang lebih singkat. Tetapi tidak lama pasti akan menjadi bahan gunjingan
orang. Sesungguhnya yang demikian itu sangat dibenci oleh Rasululah saw.
Hadirin Rohimakumulloh
Diceritakan dalam sebuah hadits
bahwa Rasulullah saw pernah berjalan-jalan di pasar melewati setumpuk bahan
makanan yg sedang dijual. Kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalam
tumpukan itu. Ternyata pada bagian dalamnya basah. Kemudian beliau bertanya
kepada si penjual “apakah ini?” si penjual menjawab “Ya Rasul, makanan ini
terkena hujan”. Rasulullah saw pun bertanya kembali “mengapa makanan yang basah
ini tidak kamu taruh di atas sehingga para pembeli bisa melihatnya?” kemudian
Rasulullah saw bersabda “مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ
مِنَّا” (barang siapa menipu umatku, niscaya dia
bukan termasuk golonganku).
Hadits tersebut sangatlah jelas
dan mudah dipahami. Tidak ada kata-kata samar di dalamnya. Bahwa siapapun yang
berlaku curang dalam pekerjaannya maka dia telah tersesat dan tidak termasuk
golongan (umat) Rasulullah saw. Ini artinya kecurangan dan kebohongan sangatlah
dicela dalam Islam.
Meskipun konteks dan pelaku
dalam hadits tersebut adalah pedagang, tetapi tidak berarti pedagang saja yang
dianjurkan berlaku jujur. Namun semua bentuk usaha dan pekerjaan hendaknya
dilakukan dengan jujur, karena kecurangan dapat menyeret seseorang keluar dari
golongan umat Rasulullah saw. Baik seorang politisi, pejabat dan atupun kuli.
Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Imam Abu Hasan As-Syadzili
pernah berpendapat bahwa seseorang yang bekerja dengan jujur berarti dia telah
berjuang melawan hawa nafsunya yang selalu condong pada kebohongan. Sehingga
mereka yang jujur pantaslah mendapatkan gelar sebagaimana para pejuang yang
berhasil membunuh musuh-musuhnya. Dalam sebuah taushiyahnya
beliau berkata
مَنْ اكْتَسَبَ وَقَامَ بِفَرَائِضِ رَبِّهِ
تَعَالَى عَلَيْهِ فَقَدْ كَمُلَتْ مُجَاهَدَتُهُ
Barang siapa bekerja dan
teguh menjalankan perintah-perintah Allah, maka benar-benar sempurna
perjuangannya dalam melawan hawa nafsu”
Jamaah jum’ah yang Dirahmati
Allah
Setelah kejujuran dalam bekerja
kita raih, hendaklah kita melangkah lagi satu tingkatan agar kehidupan ini
lebih bermakna. Yaitu mengisi pekerjaan yang jujur itu dengan nuansa ibadah.
Abu Abbas al-Mursi berkata:
عَلَيْكُمْ بِالسَّبَبِ وَلْيَجْعَلْ
أَحَدُكُمْ مَكُوْكَهُ سَبْحَةً وَقَدُوْمَهُ سَبْحَةً وَاْلخِيَاطَةُ سَبْحَةً
والسفَرُ سبحةً
Bekerjalah kamu dan
jadikanlah alat tenunmu (bila engkau penenun) sebagai tasbih. Menjadikan kampak
(bila bekerja sebagai tukang kayu) sebagai tasbih dan menjadikan jarum (bila
sebagai penjahit) sebagai tasbih, dan menjadikan kepergiannya (bila berdagang)
sebagai tasbih.
Karena itu apapun bentuk
keahlian dan dimanapun pekerjaan itu bukanlah sekedar sumber penghasilan semata
tetapi juga sumber ibadah.
Demikianlah khotbah singkat kali
ini, semoga hal ini dapat menjadi bahan renungan yang mendalam, bagi kita semua
amin.
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ
العَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ
تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ.
Sumber : Kumpulan Khutbah Jum'at Ponpes Sabilul Hasanah
Palembang
0 Response to "KHUTBAH PERTAMA (MENCARI RIZKI) "
Post a Comment
الإنسان محل الخطأ والنسيان
.
(Manusia tempatnya salah dan lupa)