KHUTBAH JUM’AT (Mencari Ilmu Demi Menggapai Ridho Allah)
KHUTBAH PERTAMA
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ
أخْرَجَ نَتَائِجَ أفْكاَرِنَا لِإِبْرَازِ أَيَاتِهِ وَالَّذِيْ أفْضَلَنَا بِالْعِلْمِ
وَاْلعَمَلِ عَلَى سَائِرِ مَخْلُوْقَاتِهِ ، وَرَافِعُ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَالَّذِيْنَ
أُوْتُوْا العِلْمَ دَرَجَاتٍ أَشْهَدُ أنْ لاَ إِلَهَ إلاَّ اللهُ وَأشْهَدُ أنَّ
مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا
مُحَمَّدٍ الَّذِيْ يُمْلَئُ بِجَمِيْعِ اْلفَضَائِلِ ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ
وَعِتْرَتِهِ الطَّاهِرِيْنَ إلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِيْ اْلقُرْآنِ
الْعَظِيْمِ : يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوْتُوا
اْلعِلْمَ دَرَجَاتٍ ، وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : طَلَبٌ
اْلعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ ، أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ
اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إلاَّ وَأنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Ma’aasirol
Muslimin Rahimakumullah
Marilah
kita senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah swt. Tak
henti-hentinya para khatib senantiasa menekankan dalam setiap khutbah Jum’at,
bahwa sebagai hamba Allah, kita harus senantiasa meningkatkan ketaqwaan kepada
Allah SWT. meningkatkan ketaatan dan ibadah kepada Allah agar, kita bertambah
dikasihi dan dirahmati Allah SWT.
Adapun
untuk meningkatkan ketaqwaan, maka tentu saja kita harus mau belajar, mau
mengaji dan mau menimba ilmu. Seluruh ilmu yang dapat menjadikan kita bisa
semakin mendekatkan diri kepada Allah. Baik itu berupa ilmu-ilmu ibadah mahdoh,
seperti tata cara sholat, membaca Al-Qur’an, berpuasa dan berhaji. Ataupun
ilmu-ilmu pengetahuan dan teknologi lainnya.
Kata
“Ilmu” itu berasal dari Bahasa Arab ‘Alima, Ya’lamu, ‘Ilman, yang berarti
“Mengerti sesuatu”. Atau juga berasal dari kala ‘allama yang berarti “memberi
tanda atau petunjuk” yang berarti pengetahuan.
Ilmu
adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan
pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia
Setiap
orang muslim diwajibkan untuk menuntut ilmu, hal ini sesuai dengan hadits Nabi
Muhammad SAW :
طَلَبُ اْلعِلْمْ فَرِثْضَةٌ
عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
”Menuntut
ilmu adalah kewajiban bagi setiap individu muslim.”
Dengan
semakin sering kita menuntut ilmu, maka kita akan lebih banyak tahu tentang
banyak hal.
Meski
benar bahwa prioritas dalam menuntut ilmu adalah mempelajari ilmu agama,
khususnya ilmu iman dan islam serta ilmu mengenal Allah. Namun umat Islam
tidaklah boleh begitu saja mengabaikan ilmu-ilmu lainnya. Karena tanpa ilmu,
umat Islam hanya akan menjadi terbelakang dibandingkan dengan umat-umat lain di
muka bumi ini.
Hadirin
Sidang Jum’at yang Dimuliakan Allah
Bahkan
dalam hal mencari pemimpin pun kita juga tidak boleh seenaknya saja. Melainkan
juga harus memilih pemimpin dengan mempertimbangkan kadar keilmuan sang
pemimpin. Hal ini telah disinyalir oleh Allah dalam firman-Nya:
وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ
إنَّ اللهَ قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوْتَ مَلِكًا ، قَالُوْا أنَّى يَكُوْنُ لَهُ اْلمُلْكَ
عَلَيْناَ وَنَحْنُ أَحَقُّ بِاْلمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِنَ اْلمَالِ
، قَالَ إنَّ اللهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِيْ العِلْمِ وَاْلجِسْمِ
، وَاللهُ يُؤْتىَ مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
Nabi
Bani Israil mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya Allah telah mengangkat
Thalut menjadi rajamu.” Mereka menjawab: “Bagaimana Thalut memerintah kami,
padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun
tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?” Nabi (mereka) berkata: “Sesungguhnya
Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang
perkasa.” Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah, 2 : 247)
Ayat
ini menunjukkan bahwa, bagaimana pun juga kita tidaklah dapat mengunggulkan
harta jika sang pemiliknya bodoh. Al-Qur’an telah menceritakan kisah Qorun
sebagai contoh bahwa sungguh tidaklah elok, jika manusia hanya mengumpulkan
harta tanpa berusaha menambah wawasan-awasan keilmuannya. Sebagaimana firman
Allah :
قَالَ إنَّمَا أوْتِيْتُهُ
عَلىَ عِلْمٍ عِنْدِيْ ، أَوَلَمْ يَعْلَمْ أنَّ اللهَ قَدْ أهْلَكَ مِنْ قَبْلِهِ
مِنَ اْلقُرُوْنِ مَنْ هُوَ أشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأكْثَرَ جَمْعًا ، وَلاَ يُسْئَلُ
عَنْ ذُنُوْبِهِمُ اْلمُجْرِمُوْنَ
Qorun
berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada
padaku”. Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah
membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak
mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa
itu, tentang dosa-dosa mereka. (QS.
ِAl-Qashash,
28:78)
Ayat
ini menunjukkan bahwa kita juga mesti mengedepankan untuk memilih pemimpin yang
berilmu, bukan hanya yang paling kayaa atau paling kuat saja. Melainkan juga
berdasarkan keluasan ilmunya.
Sidang
Jum’at yang Dirahmati Allah
Dengan
ilmu kita dapat menyingkap tabir kehidupan manusia dan memahami rahasia-rahasia
yang diciptakan Allah agar diungkapkan oleh manusia demi kemajuan peradabannya.
Memang
benar bahwa mencari ilmu sungguh terasa amat berat. Terutama ilmu-ilmu yang
dapat semakin mendekatkan diri kita kepada Allah. Karenanya, tentu menjadi
sangat benar, sabda Rasulullah SAW :
مَنْ
سَلَكَ طَرِيْقًايَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا,سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلَى الجَنَّةِ
. رَوَاهُ مُسْلِم
Barang
siapa menempuh satu jalan (cara) untuk mendapatkan ilmu, maka Allah pasti
mudahkan baginya jalan menuju surga. (HR Muslim)
Pada
hadits ini, ungkapan “salaka (menempuh Jalan)” bukan hanya mencakup arti jalan
secara indrawi yaitu jalan yang dilalui kedua kaki, seperti sesorang pergi dari
rumahnya menuju tempat untuk menimba ilmu baik berupa masjid, madrasah, ataupun
universitas dan lain sebagainya.
Namun
termasuk pula mencakup arti jalan secara maknawi. Maksudnya adalah, hal-hal
yang memberatkan selama perjalanan tersebut, misalnya biaya dan waktu yang
tersita. Misalnya saja seseorang harus menempuh perjalanan jauh dalam rangka mencari
ilmu. Perjalanan dari satu kota ke kota lain, dari satu propinsi ke propinsi
lain dan dari negerinya ke negeri lain untuk mencari ilmu. Maka ia tidak hanya
harus mengeluarkan biaya berupa harta, namun juga harus mengorbankan perasaan
untuk meninggalkan keluarga dan sahabat dan kampong halaman yang dicintainya.
Ini
semua adalah termasuk hal-hal yang harus bisa diatasi dalam menempuh jalan
untuk mendapatkan ilmu. Namun tentu semuanya akan tergantikan manakala ia telah
mendapatkan ilmu yang diinginkannya. Jika seseorang ingin sukses di dunia, ilmu
akan membawanya menuju kesuksesan. Dan jika ia ingin beruntung di akhirat
kelak, maka ilmu pulalah yang akan mendekatkan keberuntungan dan fadhal Allah
tersebut. Sebagaimana hadits riwayat Ibnu ’Asakir :
مَنْ
أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِاْلعِلْمِ وَمَنْ أرَادَ اْلأخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِاْلعِلْمِ
وَمَنْ أرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِاْلعِلْمِ
Siapapun
yang menghendaki (keberhasilan ) dunia maka ia harus berilmu, Siapapun yang
menghendaki (keberuntungan) akhirat, ia pun harus berilmu, dan siapapun yang
menghendaki keduanya, tentu ia harus berilmu.
Hadirin
Sekalian yang Berbahagia
Mestinya
kita merenungkan kembali pernyataan sahabat Mu’adh bin Jabal RA. sebagaimana
dikutip dalam kitab Hilyat’ul Awliya Wa Tabaqat’ul Asfiya, bahwa meraih ilmu
pengetahuan adalah demi ridho Allah. Karena pengetahuan melahirkan kesalehan,
mengagungkan Ilahi dan takut akan dosa. Mencari ilmu demi ridho Allah adalah
ibadah, belajar adalah sikap mengingat kebesaran Allah (Zikir).
Sahabat
Mu’adh juga menyatakan, mencari ilmu adalah perjuangan yang pahalanya seperti
pahala berjihad (berperang). Mengajarkannya ilmu kepada mereka yang
menganggapnya berharga adalah sedekah, dan mengamalkannya pada rumah seseorang
memperkuat tali silahturahmi di antara keluarga.
Ilmu
adalah sahabat penyejuk ketika dalam kesendirian. Ilmu adalah sahabat terbaik
bagi para pengelana. Ilmu adalah sahabat terdekatmu yang menyampaikan
rahasianya kepadamu. Ilmu adalah pedangmu yang paling ampuh untuk lawanmu, dan
terakhir, ilmu adalah pakaian yang akan menaikkan derajatmu dalam jamaah
persaudaraanmu.
Telah
jelas dalam firman Allah SWT :
قُلْ هَلْ يَسْتَوِى اَّلذِيْنَ
يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْن لاَ يَعْلَمُوْنَ
Adakah
sama, antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui (QS. Az-Zumar, 39 : 9).
Tentu
kita semua bisa menjawabnya dengan mudah. Karena ilmu jelas-jelas membedakan
antara mereka yang memilikinya dan mereka yang tidak memilikinya.
Maka
sebagai akhir khutbah ini, saya ingin berpesan, marilah kita semua tiada henti
menuntut ilmu, hingga akhir hayat. Di mana pun dan kapan pun. Tak terbatas
hanya di lembaga-lembaga pendidikan formal maupun di pengajian-pengajian saja.
Namuan juga dalam setiap hal dan kesempatan yang diberikan oleh kehidupan kita.
Karena
ilmu pengetahuan adalah puncak segala kebahagiaan, sebagaimana kebodohan adalah
titik awal dari segala keburukan. Keselamatan datang dari ilmu, kehancuran
datang dari kebodohan.
بَارَكَ
الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ
مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ
وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ
العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Sumber :https://albaroni.wordpress.com
0 Response to "KHUTBAH JUM’AT (Mencari Ilmu Demi Menggapai Ridho Allah)"
Post a Comment
الإنسان محل الخطأ والنسيان
.
(Manusia tempatnya salah dan lupa)